Bahasa
Berbicara tentang Pribahasa dan Budaya Madura, tidak lepas dari signifikansi Bahasa. Bahasa Madura diturkan di Madura, Bawean, Kangean, Jawa Timur, Kalimantan. Secara keseluruhan, jumlah penutur Bahasa Madura berkisar 15 Juta penutur.dan menempati urutan ke 56 dunia dengan banyaknya jumlah penutur. Klasifikasi rumpun bahasa: Austronesia, Melayu-Polinesia, Melayu-Polinesia Barat, Sundik, Bahasa Madura.
Bahasa Madura merupakan anak cabang dari bahasa Austronesia ranting Malayo-Polinesia, sehingga mempunyai kesamaan dengan bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia. Bahasa Madura banyak terpengaruh oleh Bahasa Jawa, Melayu, Bugis, Tionghoa dan lain sebagainya. Pengaruh bahasa Jawa sangat terasa dalam bentuk sistem hierarki berbahasa sebagai akibat pendudukan Mataram atas Pulau Madura. Banyak juga kata-kata dalam bahasa ini yang berakar dari bahasa Indonesia atau Melayu bahkan dengan Minangkabau, tetapi sudah tentu dengan lafal yang berbeda.
Contoh :
- bhila (baca : bhileh e schwa) sama dengan bila = kapan
- oreng = orang
- tadha' = tidak ada (hampir sama dengan kata tadak dalam Melayu Pontianak)
- dhimma (baca : dimmah) = mana? (hampir serupa dengan dima di Minangkabau)
- tanya = sama dengan tanya
- cakalan = tongkol (hampir mirip dengan kata Bugis : cakalang tapi tidak sengau)
- onggu = sungguh, benar (dari kata sungguh)
- Kamma (baca : kammah mirip dengan kata kama di Minangkabau)= kemana?
Bahasa Madura mempunyai sistem pelafalan yang unik. Begitu uniknya sehingga orang luar Madura yang berusaha mempelajarinyapun mengalami kesulitan, khususnya dari segi pelafalan tadi.
Bahasa Madura mempunyai lafal sentak dan ditekan terutama pada huruf b, d, j, g, jh, dh dan bh atau pada konsonan rangkap seperti jj, dd dan bb . Namun demikian penekanan ini sering terjadi pada suku kata bagian tengah.
Sedangkan untuk sistem vokal, Bahasa Madura mengenal huruf a schwa selain a kuat. Sistem vokal lainnya dalam Bahasa Madura adalah i, u, e dan o.
Bahasa Madura sebagaimana bahasa-bahasa di kawasan Jawa dan Bali juga mengenal Tingkatan-tingkatan, namun agak berbeda karena hanya terbagi atas tiga tingkat yakni :
- Ja' - iya (sama dengan ngoko)
- Engghi-Enthen (sama dengan Madya)
- Engghi-Bunthen (sama dengan Krama)
Contoh :
- Berempa' arghena paona? : Mangganya berapa harganya? (Ja'-iya)
- Saponapa argheneppon paona? : Mangganya berapa harganya? (Engghi-Bunthen)
Bahasa Madura juga mempunyai dialek-dialek yang tersebar di seluruh wilayah tuturnya. Di Pulau Madura sendiri pada galibnya terdapat beberapa dialek seperti :
- Dialek Bangkalan
- Dialek Sampang
- Dialek Pamekasan
- Dialek Sumenep, dan
- Dialek Kangean
Dialek yang dijadikan acuan standar Bahasa Madura adalah dialek Sumenep, karena Sumenep di masa lalu merupakan pusat kerajaan dan kebudayaan Madura. Sedangkan dialek-dialek lainnya merupakan dialek rural yang lambat laun bercampur seiring dengan mobilisasi yang terjadi di kalangan masyarakat Madura. Untuk di pulau Jawa, dialek-dialek ini seringkali bercampur dengan Bahasa Jawa sehingga kerap mereka lebih suka dipanggil sebagai Pendalungan daripada sebagai Madura. Masyarakat di Pulau Jawa, terkecuali daerah Situbondo, Bondowoso dan bagian timur Probolinggo umumnya menguasai Bahasa Jawa selain Madura.
Contoh pada kasus kata ganti kamu :
- kata be'en umum digunakan di Madura. Namun kata be'na dipakai di Sumenep.
- sedangkan kata kakeh untuk kamu lazim dipakai di Bangkalan bagian timur dan Sampang.
- Heddeh dan Seddeh dipakai di daerah pedesaan Bangkalan.
Khusus Dialek Kangean, dialek ini merupakan sempalan dari Bahasa Madura yang karena berbedanya hingga kerap dianggap bukan bagian Bahasa Madura, khususnya oleh masyarakat Madura daratan.
Contoh :
- akoh : saya (sengko' dalam bahasa Madura daratan)
- kaoh : kamu (be'en atau be'na dalam bahasa Madura daratan)
- berrA' : barat (berre' dengan e schwa dalam bahasa Madura daratan)
- morrAh : murah (modheh dalam bahasa Madura daratan)
Etos kerja orang Madura yang dikenal ulet ternyata banyak tercermin dan termotivasi dari nilai-nilai yang terkandung dalam peribahasa-peribahasa yang hidup secara turun temurun dari leluhurnya. Prof Mien A Rifai dari Badan Pertimbangan Bahasa Depdiknas dalam seminar nasional tentang Bahasa Madura yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Surabaya, Selasa mengemukakan, ada sekitar 2.000 peribahasa Madura yang menunjukkan etos kerja penuturnya. Peribahasa dalam Bahasa Madura istilahnya bermacam-macam, seperti `parebasa`, `saloka`, `paparegan`, `paleggiran`, `pasemmon` atau `baburugan`,".
Selain sebagai pengukuh pranata kebudayaan, peribahasa Madura ternyata mampu menyuguhkan citra pembawaan, sifat, perilaku, etos kerja serta penampilan manusia Madura. Mien mencontohkan peribahasa seperti "Oreng Madura ta` tako` mateh, tapeh tako` kalaparan` yang artinya orang Madura tidak takut mati, tapi takut kelaparan. Peribahasa itu menunjukkan kepasrahan orang Madura terhadap kematian karena hal itu merupakan hak prerogatif Allah.
"Pada sisi lain menunjukkan orang Madura justru lebih takut lapar karena kelaparan itu ditimbulkan oleh ulah dirinya sendiri yang tidak rajin dan tidak bekerja keras sehingga membuat malu. Karenanya mereka kemudian bekerja apa saja dan seberat apapun asalkan tidak melanggar agama," katanya. Dengan kata lain, orang Madura tidak akan menganggap pekerjaan sebagai sesuatu yang berat, kurang menguntungkan atau hina selama kegiatannya bukan tergolong maksiat sehingga hasil akhirnya adalah halal.
Karena itu, katanya, orang Madura tidak akan sungkan menyingsingkan lengan baju untuk mendatangi atau menerima suatu pekerjaan yang hal itu tercermin dalam peribahasa "temon nangtang lalab" (ketimun menantang untuk dibuat lalap). Namun demikian, tidak semua orang Madura "mara perreng taleh" (seperti bambu tali) yang menunjukkan keluwesan menerima pekerjaan apapun dan seberat apapun. Ada juga orang Madura yang "alos tanggung" (halus tanggung).
"Orang yang `alos tanggung` itu kelihatannya merupakan pekerja halus, tetapi ternyata tidak bisa menangani pekerjaan, baik yang halus apalagi yang kasar. Ada lagi yang diibaratkan `kerbuy koros menta esae` (kerbau kurus minta ikut membajak). Artinya orang minta tambahan tanggung jawab atau jabatan padahal tidak punya kemampuan," katanya.Etos lain yang ditampilkan orang Madura dalam "nyare kasap" (mencari penghasilan) dengan cara "kar-ngarkar nyolpe`" (mengais-ngais seperti ayam kemudian dimakan).
Peribahasa itu menunjukkan kegigihan orang Madura dalam melakukan pekerjaan yang kelihatannya sepele tapi di kemudian hari bisa meraup keuntungan besar. Selain itu, katanya, orang Madura memang dinasehati untuk tidak menghindari pekerjaan yang susah agar tidak kedatangan beban yang lebih berat lagi atau peribahasanya "ja` senggaih malarat sakone` nyopre ta` kadhatengan kasossa`an se rajah".
"Peribahasa lain menyebutkan, `oreng se nampek ka lalakon dhammang bakal nampane pakon berra` artinya orang yang menolak pekerjaan ringan akan menerima tugas berat. Atau ada lagi untuk nelayan, yakni `abantal ombak` asapo` angin` atau berbantal ombak berselimut angin," katanya. Pada kesempatan itu, Mien mengungkapkan penyesalannya karena dalam beberapa dasawarsa terakhir peribahasa Madura hampir tidak diajarkan lagi di sekolah karena pelajaran Bahasa Madura juga ditelantarkan.
"Padahal dari kajian saya menunjukkan bahwa pendidikan dari kearifan lokal itu berpengaruh besar dalam meningkatkan kepositifan dan mengurangi kenegatifan citra stereotip orang Madura," katanya. Oleh karena itu, katanya, pelajaran Bahasa Madura perlu segera dibenahi untuk mengembalikan penguasaan nilai kearifan warisan budaya yang sudah sangat tererosi oleh gejolak globalisasi.Aeng sondeng nandha'agi dalemma lembung
Orang yang pendiam biasanya banyak ilmu
Agandhu' kotoran
Mempunyai niat buruk terhadap orang lain, atau dengan kata lain bermanis muka dengan maksud buruk
Ajam menta sasengnget
Mencelakai diri sendiri
Aotang dhara nyerra dhara
Hutang nyawa dibayar dengan nyawa
Asel ta' adhina asal
Meski kaya tetapi tetap bersahaja dalam bersikap
Atembang poteh matah, lebbi bagus poteh tolang
Dari pada malu lebih baik mati
Basa gambaranna budhi
Kepribadian seseorang dapat dilihat dari caranya berbicara
Basa nantowagi bangsa
Bahasa menunjukkan bangsa
Bibirra nolak, atena mellak
Malu malu kucing atau hanya menolak di bibir saja, tetapi sebenarnya dia mau
Caca pasaran
Bicara tidak tahu aturan atau kabar burung
Dhapor daddi romma
Menggambarkan tentang seseorang yang semula kaya raya, namun kemudian jatuh miskin.
Dhung tedhung ajam
Tidur-tiduran
Epeol kene'
Diulang-ulang, sampai bosan mendengarnya
Konye' gunong
Seadanya (seperti suguhan)' Contoh: Eatore, konye' gunong = Silahkan dimakan, seadanya ..
Lebbi bagus pote tolang katembang pote matah
Lebih baik mati daripada menanggung malu
Meltas manjalin
Cara berjalan yang sangat indah (wanita)
Mesken arta sogi ate
Biar miskin harta, tetapi tetap kaya hatinya
Sorem arena
Mengalami kesusahan atau Sedang menghadapi masalah
Tadha aeng agili ka olo
* Tidak ada orangtua yang minta ke anaknya
* Watak anak tidaklah berbeda dengan orangtuanya
( dikutip dari : http://arifqbio.multiply.com/journal/item/13/Selayan_Pandang_Madura_dan_Budayanya )
Ya Mas, saya punya bukunya. Sampean di Bangkalan ya? Kuliah di mana? Saya ada banyak teman di Unijoyo. Di antaranya Ali Hisyam (http://hisyamhisyam.blogspot.com/), dosen agama, mungkin dia punya buku itu.
BalasHapusUntuk selanjutnya, komunikasi ke saya bisa via musthov@gmail.com.
Oya, saya juga pernah menulis tentang bahasa Madura di http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/07/01062381/runtuhnya.kekuatan.bahasa.ibu.madura
di blog saya juga ada versi panjangnya.
Padhena meter e obu' salamber artinya?
BalasHapus